Pagi itu dari jendela lantai lima sebuah rumah sakit swasta yang cukup besar di kota, aku mengarahkan wajah sejauh mata memandang, kulihat atap-atap bangunan tampak tersusun mengikuti alur jalan sekitarnya. Lalu aku samperin ayah yang sedang terbaring dan sejurus kemudian aku katakan bahwa aku akan keluar sebentar untuk cari sarapan. Sebelum menuju lift untuk turun kebawah, aku berpesan ke perawat dan sekuriti yang berjaga untuk mengabariku jika terjadi sesuatu.
Ternyata akhir pekan saat itu hujan, dimulai dari gerimis di sabtu malamnya, terus belanjut di hari minggu paginya. Kuputuskan untuk mencari sarapan di area sekitar rumah sakit saja. Dan tanpa sengaja aku melihat warung sarapan dengan tampilan unik, sebuah mobil tua yang diubah jadi food truck. Segera kupesan menu lontong spesial dan teh hangat. Sebelum beranjak aku sempatkan untuk mengabadikannya.
Setakat kemudian, aku kembali ke lantai lima, menemui ayah yang terbaring dan kondisinya cukup stabil. Aku kembali berdiri kearah jendela dan selama memandangi sudut kota, sempat-sempatnya kurenungi hikmah dari peristiwa ini. Seandainya aku terima negosiasi kontrak kerja minggu lalu dengan sebuah perusahaan swasta di Ibukota, tentu aku tidak akan mungkin berada disini, menemani sedari awal melalui fase-fase kritikal yang dibutuhkan ayah disaat-saat yang tak terduga seperti ini. Bahkan aku makin menyadari, dimasa tuanya ayah hanya butuh kehadiranku untuk mendengarkan ceritanya, tak lebih dari itu. Hal ini kembali membuatku berfikir ulang akan arti menyeimbangkan hidup, antara mengejar kesuksesan dan mendapatkan kebahagiaan. Lalu lamunanku terhenti, ketika ayah mengatakan perutnya nyeri, lalu aku mencari tau apa yang terjadi dan segera memanggil perawat untuk melalukan observasi.
"Kita sudah hubungi dokter, kita tunggu arahan dari dokter setelah visit ya", demikian ucap perawat kala itu. Aku mengangguk. Dari selang kateter yang terpasang, aku melihat cairan warna merah yang keluar melalui kantong pembuangan. Tak berapa lama dokter datang. "Esok pagi kita cek labor dan sore dilanjut operasi, puasa dulu ya." Demikian pesan dokter sebelum berlalu.
Kulihat wajah ayah seperti menahan sakit. Lalu aku bisikkan, bertahanlah, besok pagi kita cek lab dan jika bersedia, saya akan tandatangani persetujuan untuk operasi. Ayah mengangguk dan aku menghubungi perawat untuk persiapan tindakan lebih lanjut. Hari itu kulihat ayah memandangiku, seakan tak ingin aku pergi jauh. Tak berapa lama lalu kulihat beliau tertidur setelah diberi obat pereda nyeri. Disebuah pagi akhir pekan, tepat seminggu sebelum perayaan imlek tahun kelinci air, aku tak pernah mengira bahwa aku akan belajar sesuatu dari sebuah kamar rumah sakit di lantai lima.
🤗🌻💚🦋
Hikmah dari cerita kita kali ini, apapun rencana Sang Maha Pencipta, selalu ada pelajaran dibaliknya. Mungkin selama ini kita yang begitu sibuk dengan target hidup, kita sedikit mengabaikan waktu dan kehadiran buat orang terkasih, terutama orang tua. Jauh dari lubuk hatinya, ternyata orang tua terkadang butuh kehadiran kita, hanya sekedar untuk mendengarkan keluhnya. Maka tak salah bila kuputuskan untuk menambahkannya sebagai salah satu prioritas dalam resolusi 2023 ini.
Terima kasih sudah berkenan membaca "Sebuah Kisah dari Lantai Lima." Semoga menjadi iktibar dan membawa manfaat buat semua.
Selalu sehat,
Saldo meningkat,
Ibadah makin kuat,
Beruntung setiap saat
Saldo meningkat,
Ibadah makin kuat,
Beruntung setiap saat
