Original topic:

Kado Terakhir #30DaysUnfoldChallenge #WithGalaxy

(Topic created on: 10-30-2021 11:22 AM)
101 Views
bayJoee
Options
Galaxy Gallery
Sampai jumpa kawanku
Semoga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik
Untuk masa depan

Lagu dari Sheila on 7 itu tengah berbisik, kepadaku yang masih terjaga hingga pagi **bleep**. Ada sesuatu yang tidak aku sukai ketika harus terjaga hingga pagi **bleep** seperti ini. Adalah ketika angin yang berembus membawa memori dari masa lalu. Entahlah, boleh jadi aku yang terlalu melankolis. Lagu dari So7 itu, bagiku merupakan lagu “terlarang”. Pasalnya, aku akan terbawa perasaan dan teringat dengan sebuah kisah klasik yang pernah kualami ketika masih berstatus mahasiswa dahulu. Benar saja, di tengah pagi **bleep** ini, ketika lirik lagu tersebut mengalir masuk ke dalam pikiran, aku kembali mengingat masa-masa itu.

***

image

Hari itu, aku tidak menyangka jika akan mengenal mereka. Berpikir akan bertemu dengan sekumpulan orang seperti mereka saja tidak pernah terlintas dalam benakku. Namun, Tuhan punya caranya tersendiri untuk mengobati hati setiap hambanya yang tengah terluka. Seperti, bertemu dengan mereka.

Hari-hari saat aku berkenalan dengan mereka tidak akan pernah aku lupakan. Satu demi satu mereka datang dan luka yang tengah mendera perlahan mulai sembuh. Seiring berjalannya waktu, aku dan mereka makin akrab. Kami jadi sering menghabiskan malam bersama-sama. Pun sampai saling berbagi tawa hingga duka. Dan, segala kisah yang kami kisahkan itu, terekam dalam sebuah rumah merah jambu yang kami sebut Pakelonan.

Dalam hidup, setiap perjumpaan akan berujung pada perpisahan. Hari-hari yang kami jalani terasa begitu cepat. Yang rasanya baru saja membanggakan diri sebagai mahasiswa kini sudah berada di tahun terakhir. Pun, tiada terasa kami yang sudah berbagi suka dan duka selama tiga tahun harus berpisah. Ketika wisuda tiba, kami merasa senang karena kami telah tuntas menyelesaikan studi kami. Akan tetapi, ada satu hal yang aku sesali. Hal itu adalah ketika tangan ini belum sempat berjabat mengucap selamat untuk terakhir kalinya.

Selepas berpisah dengan mereka ada perasaan kehilangan. Kota Solo yang mulanya ramai, tetiba terasa sepi. Begitu juga dengan secangkir kopi yang sesapnya tidak lagi sama. Lalu, di tengah perasaan kehilangan dan perjalanan hidup ini aku menemukan sebuah renjana yaitu menulis. Aku ingat ketika Pramoedya Ananta Toer berkata dalam bukunya, Rumah Kaca, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Perkataan Pram tersebut menjadi cambuk bagiku saat menemukan dan menggeluti renjana yang kutemukan di perjalanan hidup ini.

image

image

image

Tahun 2015 menjadi awal bagiku untuk aktif menulis. Setelah lulus kuliah pada tahun 2014, aku kehilangan kawan yang telah berbagi suka dan duka. Kehilangan ini bukan dalam konotasi negatif, melainkan karena masa kami menjalani salah satu fase kehidupan telah usai. Meskipun beberapa di antara mereka masih melanjutkan studi di kota Solo, tetapi tetap saja ada ruang kosong yang tetiba muncul. Puncaknya adalah tahun 2016 saat beberapa kawan yang melanjutkan studinya di kota Solo telah kembali tuntas menyandang status sebagai mahasiswa. Namun, ada yang berbeda antara perpisahan pada tahun 2014 dan 2016. Hal itu ialah kerelaan hati bahwa fase kehidupan antara aku dan kawan-kawanku itu telah berakhir. Tangan yang dahulunya selalu ingin menggenggam erat mereka, kini sudah bisa aku lepas dan relakan.

“Menulis itu mengabadikan dan menyembuhkan. Pun seperti kata Seno Gumira Ajidarma bahwa belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.”

Selepas perpisahan tersebut, terlintas dalam pikiranku untuk mengabadikan kisah-kisah yang telah kami lalui di rumah merah jambu agar kekecewaan yang pernah terjadi di tahun 2014 tidak terulang lagi. Yang aku yakini adalah ingatan manusia akan memudar, tetapi sebuah tulisan akan tetap abadi sekalipun zaman berganti. Oleh karena itu, pada tahun 2016 aku memberanikan diri untuk menerbitkan sebuah buku. Setelah melalui proses yang panjang, pada November 2016, buku yang berjudul sama dengan rumah merah jambu itu, Pakelonan, resmi terbit. Awalnya, aku agak canggung bila buku itu harus dibaca oleh orang lain, tetapi ketika buku tersebut bertemu dengan para karakternya, rasa canggung itu berubah menjadi bahagia karena kawan-kawanku merasa senang dengan kehadiran buku tersebut. Ya, buku Pakelonan ini merupakan kado terakhir dariku untuk mereka, kawan-kawan seperjuangan yang telah berbagi suka hingga duka di rumah merah jambu, Pakelonan.

***

image

image

image

image

Bagiku, menulis itu menyembuh. Itulah mengapa aku menerbitkan buku Pakelonan. Selain sebagai kado terakhir untuk mereka juga menjadi media penyembuh atas luka kehilangan yang belum sembuh benar. Kata pepatah, waktu akan menyembuhkan luka. Aku pun berharap agar semesta merestuiku masuk dalam golongan manusia yang disembuhkan oleh waktu. Dan aku akan menutup tulisan ini dengan sebuah tulisan yang aku sematkan di bagian akhir pada Kado Terakhir yang aku berikan untuk mereka, kawan-kawan seperjuangan saat duduk di bangku perkuliahan.

"Kita memang berbeda dalam banyak hal. Namun sudah banyak hal yang terjadi karena beda itu. Meski jemari kita tak saling genggam, kebersaman kita tak selalu dipertemukan, tapi persahabatan kita tak akan pernah hilang."


image

image

Kado Terakhir – Buku Pakelonan.
bayJoee.
0 Comments