Halo semuanya, kembali lagi di postingan lanjutan dari thread Pameran AMEX (Annual Museum Exhibition) yang diselengarakan oleh Museum Sonobudoyo Yogyakarta dengan tajuk 'Jayengtilam'. Sebagai informasi tambahan, tidak ada biaya masuk saat mengunjungi pameran ini. Pameran ini berlangsung mulai dari tanggal 6 November 2020 sampai 30 Desember 2020, buka setiap hari dari pukul 09.00 sampai 21.00 WIB.
Pameran ini digelar dengan tujuan mengangkat kembali Tradisi Sastra Lisan yang berada di tengah masyarakat kita. Sebab dalam perkembangan Kebudayaan Jawa, tradisi ini berperan besar sebagai media pewarisan identitas bangsa. Contoh manifestasi sederhana dari sastra lisan antara lain ungkapan seremonial, ritual, genealogis, mitos, legenda, dongeng, hingga cerita kepahlawanan.
Pada postingan thread 'Pameran Jayengtilam (Bagian 5)' ini hingga nanti pada thread beberapa hari kedepan, izinkan saya untuk membagikan pengalaman saya pribadi selama mengunjungi pameran Jayengtilam ini.
⚠️ Isi thread ini bersumber dari pengalaman pribadi selama berkunjung dan dari katalog⚠️
Setelah dari ruangan yang berisi tata ruang tengah rumah Jawa dan beberapa kolesi ujung tombak, saya pun beralih ke ruangan yang berisikan sebuah manekin wanita berpakaian khas Jawa👩
Manekin Penari Bedaya merupakan bagian dari penggambaran fisik tari seremoni yang hidup di Keraton Yogyakarta hingga saat ini. Muatan di dalam tari ini sangat beragam, mulai dari sejarah, cerita wayang, hingga politik praktis. Pada acara kenegaraan, tari bedaya selalu hadir memberi nuansa megah sekaligus sakral pada satu waktu yang bersamaan. Penggambaran penari bedaya melalui manekin ini nampaknya memiliki pesan khusus. Terlebih manekin ini Sonobudoyo pada tahun 1935. Keterikatan museum dengan Keraton Yogyakarta menjadi salah satu alasan dari keberadaan koleksi-koleksi yang mencerminkan keabsahan sultan untuk berada di dalamnya. Maka tidak mengherankan apabila tari ini menjadi warisan budaya sekaligus legitimasi sultan yang bertakhta.
Ketepatan mimik wajah hingga busana serta perhiasan yang serupa dengan aslinya menjadikan manekin penari bedaya tersebut nampak hidup seperti halnya penari pada masa tersebut.
Perempuan dan Kisah Ratu di Jawa Selatan
Ada beberapa legenda perempuan di lingkup Jawa selatan yang menjadi kisah yang menarik untuk dibagikan. Seperti kisah Bhatari Durga sang istri Bathara Guru yang dikutuknya menjadi raksasa yang kemudian menjadi pemilik Pasetran Gandhamayit, Roro Jonggrang sang putri yang dikutuk menjadi arca batu untuk melengkapi candi ke 1000 yang sekarang kita kenal sebagai Candi Prambanan, Ken Dedes sang permaisuri Ken Arok pendiri kerajaan Tumapel yang dianggap sebagai leluhur dari raja-raja yang berkuasa di Jawa, hingga Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa laut Jawa selatan yang dipercaya merupakan pasangan spiritual para sultan dari Mataram dan Yogyakarta.
Masyarakat kita dewasa ini sudah tidak begitu percaya akan legenda dan cerita-cerita rakyat kuno seperti ini, namun ada baiknya kita mengetahuinya sehingga wawasan kita menjadi lebih luas dan kita pun dapat terhindar dari hal-hal yang buruk. Misalnya larangan menggunakan pakaian berwarna hijau bila mengunjungi laut selatan sebab Nyi Roro Kidul, ajudan setia Kanjeng Ratu Kidul menyukai warna hijau dan dipercaya suka mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian berwarna hijau untuk menjadi pelayan atau pasukannya.
Difoto dengan S8 dan diedit dengan S20 Ultra📱
