Pulih oleh Keindahan Desa Suku Baduy (Galaxy A31)

Pulih oleh Keindahan Desa Suku Baduy (Galaxy A31)

fikrifirdauscn
Active Level 4

image
Tiga perempuan Suku Baduy di atas Jembatan Bambu

Baduy, Tempatku Pulih dari Rasa Cemas

 Tahun 2022, adalah tahun terberatku dalam melawan rasa kecemasan yang berlarut-larut. Teman sebaya yang telah memasuki tahun-tahunnya akan diwisuda, sementara aku yang sama sekali belum berkuliah, kerja, pun memilikiskill yang memadai, alias belum menjadi apa-apa.Overthinking itu senantiasa hadir di awal tahun, amat sangat membuatku beberapa kali ingin berteriak tanpa kejelasan. Beberapa kali melelahkan, hingga rasanya ingin meniadakan apa yang selalu berkutat pada pikiranku.

 Hari berjalan dengan penuh kecemasan hingga datangnya pertengahan tahun. Aku yang senantiasa mengurung diri di kamar, diminta oleh teman sebayaku untuk menemaninya mengunjungi Desa Kanekes, Desanya Suku Baduy. Sempat bingung beberapa saat, akhirnya aku mengiyakan permintaannya, kupikir, hitung-hitung aku bisa menghirup udara segarnya alam kembali setelah sekian lamanya aku tak berkunjung ke alam.

 Dalam perjalanan yang cukup lama, aku merasa begitu bebas dengan mengobrol banyak hal apa yang aku alami kepada temanku yang memboncengiku, dia terlihat ikhlas mendengarkan. Hingga tak terasa, kita sampai pada tempat tujuan.


image

image
Tugu Suku Baduy, Desa Kanekes

 Sesampainya disana, tentu saja tak langsung nampak pemukiman dari Suku Baduy tersebut, akan tetapi di sepanjang jalan kaki setapak, tak sedikit warga Baduy Luar yang berkeliaran mondar-mandir, dan pula berdagang. Dari nya, kita berjalan memasuki jalan setapak yang menanjak, lalu menemukanlandmark tulisan Baduy yang nampak tak terurus dengan baik :(


image
Landmark tulisan Baduy yang tak terurus :(

 Agak miris untuk kami, wisata yang sering dikunjungi ini oleh para wisatawan ini, kurang ada yang mengurusinya dengan baik. Kami berfoto-foto sebentar di sekitarnya, kami berunding untuk memutuskan beranjak izin kepada kepala adat terlebih dahulu, namun sayangnya, kepala adat tersebut sedang tak berada di rumah ketika kami mengunjungi kediamannya. Walaupun demikian, itu tak menjadi soal bagi kami. Lalu kami melanjutkan perjalananan kembali, setelah berjalan kaki beberapa meter darinya, mulai terlihat pemukiman yang nampak berjajar rapi, bangunannya terbuat dari kayu dan bambu, beratapkan ijuk kering yang dirapikan. Padanya, terdapat penghuninya yang sedang menenun kain, bermain-main, pun juga menyambut kami dengan senyum ramah. Kami mendatangi sejenak salah satu kediaman mereka untuk menyapa dan mengobrol, asik untuk kami rasanya, mereka ramah, ulet, dan terbuka kepada kami, tak lelah menanggapi beberapa pertanyaan yang terlontar dari mulut kami, dan bercerita banyak hal. Hinggap di ujung pembicaraan, mereka merekomendasikan kami untuk pergi ke Jembatan Bambu, katanya, tempat tersebut banyak dikunjungi oleh pendatang dari luar, dengan penuh penasaran, maka kami pun menurutinya, berterima kasih, lalu berpamitan dengan mimik ramah.

 Jalan menuju tempatnya cukup panjang dan melelahkan, walaupun begitu, alam dan lingkungan di sekitarnya yang masih asri, dan pepohonan dengan dedaunannya yang masih rimbun, bikin kami tak mudah menyerah untuk tak mengunjunginya. Jalan menujunya, terkesan tidak sulit untuk ditempuh, akses jalan setapak yang udah dijajaki bebatuan, membuat kami cukup mudah untuk berjalan kaki tanpa harus takut tergelincir akan jalannya tanah merah yang terkena air bekas hujan. Lepas berjalan lama, kami Beberapa kali mendengar arus sungai yang meriak, cukup membuat kami damai akannya. Hingga tak terasa setelah terus berjalan, hilir sungai pun mulai terlihat oleh kami, pertanda bahwa jembatan tersebut tak jauh lagi jaraknya dari kami.

image
Hilir Sungai di Pemukiman Suku Baduy

image
Perjalanan menuju Jembatan Bambu


image
Potret perjalanan melewati pemukiman Suku Baduy

 Langkah demi langkah, tak terasa kami pun tiba setelah menempuh waktu dengan kurun 30 menit lamanya. Aku, terdiam sejenak disaat melihat Jembatan Bambu tersebut, pikiranku merasa takjub akannya, melihat susunan bambu yang rapi tersusun, kokoh tertancap, erat terikat tali, dan gagah terbentang melintasi sungai. Dalam lubuk hatiku berkata, " Bagaimana bisa, bagaimana bisa mereka menyusun ini semua, dari manakah mereka belajar? Setauku, mereka tak tertarik untuk menyentuh kehidupan dunia luar, tetapi, bagaimana bisa?" Karya yang luar biasa, karya yang begitu mewah. Kami melaluinya, ini benar-benar kuat dan kokoh, tak goyang sedikitpun, aman untuk dilalui. Jembatan tersebut rupanya menghubungkan jalan menuju pemukiman Suku Baduy lainnya. Indahnya tiada tara, menyatu dengan pemukiman dan alam di sekitarnya. Lalu kami melaluinya, perjalanan tadi membuat kami kelelahan lalu beristirahat sembari memesan makanan dan minuman yang tersedia sembari mengobroli pengalaman-pengalaman yang telah terjadi dalam perjalanan tadi, tentang penduduknya yang ramah, pemukimannya yang terjaga, alamnya yang asri, sungainya yang bersih, hingga Jembatan Bambu menakjubkan yang baru saja kami lalui sembari memandanginya.

image
Pemukiman sekitar Jembatan Bambu


image
Jembatan Bambu tampak depan


image
Jembatan Bambu tampak samping

 Sedari perjalanan pulang, aku menyadari bahwa aku tidak mengalami lagi rasa cemas tersebut, setidaknya selama aku bermain ke Desa Suku Baduy tersebut, aku sama sekali tidak merasakanOverthinking ataupun cemas akan hal sesuatu. Kesederhanaan penduduknya, terjaganya pemukimannya, keindahan alamnya, tenangnya riak sungai yang jernih, dan luar biasanya karya Jembatan Bambu, bikin aku tersadar dan berkaca diri bahwa kesederhanaan bukanlah halangan untuk berkembang, belajar, dan berkarya. Tak ada yang harus ditakuti lagi, toh, Suku Baduy tenang-tenang saja tertinggal dengan kehidupan dunia luar, dengan karyanya yang tak kalah pintar dari orang luar. Tak ada yang harus dicemasin lagi, toh, Suku Baduy begitu amat sederhana dan tenteram-tenteram saja. 

 Aku mengerti sekarang, aku mengerti, bahwa selama ini, aku terlalu berkaca pada standarisasi orang lain, terlalu menapakkan kaki pada jejak kaki orang lain, terlalu rendah dan lemah. Aku tak boleh begitu lagi, rasa cemasku ini harus kutiadakan, aku akan belajar dari mereka, tentang semuanya. Terima kasih, Tuhan, setidaknya untuk saat ini, Engkau telah memberiku pertanda untuk kumaknai sedalam-dalamnya. Aku bersyukur, amat bersyukur.

 Hingga selepasnya, aku dapat pulih dari rasa cemasku yang sebelumnya selalu menghantui pikiranku, menjalani sisa tahun 2022 kemarin, aku berani kembali untuk bangkit, memulai semuanya walaupun harus dari titik nol kembali. Aku, pulih.




Comments
Buwu
Options
Niceee