Ketika rasa kehilangan itu datang, menulis menjadi penyelamat bagi saya. Menulis membuat saya dapat mencurahkan apa yang sering kali berputar tak henti di dalam kepala. Pun saat saya kehilangan teman karena fase kehidupan yang dijalani telah berakhir, menulis menjadi media penyembuh. Rasa kehilangan itu perlahan terobati karena menulis.
Saat tantangan terakhir dari #30DaysUnfoldChallenge mengambil tajuk “Unfod”, saya langsung teringat dengan kado perpisahan yang saya berikan kepada kawan-kawan seperjuangan semasa kuliah dahulu. Kado tersebut adalah sebuah buku yang saya tulis guna mengabadikan kisah-kisah yang terkisah di rumah merah jambu.
Dan menjawab tantangan terakhir dari #30DaysUnfoldChallenge ini, saya kembali mengabadikan kado perpisahan tersebut. Namun, bukan dalam bentuk sebuah tulisan, melainkan sebuah kreasi foto.
“Menulis itu mengabadikan dan menyembuhkan. Pun seperti kata Seno Gumira Ajidarma bahwa belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.”
Saat tantangan terakhir dari #30DaysUnfoldChallenge mengambil tajuk “Unfod”, saya langsung teringat dengan kado perpisahan yang saya berikan kepada kawan-kawan seperjuangan semasa kuliah dahulu. Kado tersebut adalah sebuah buku yang saya tulis guna mengabadikan kisah-kisah yang terkisah di rumah merah jambu.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” – Rumah Kaca, Pramoedya Ananta Toer.
Dan menjawab tantangan terakhir dari #30DaysUnfoldChallenge ini, saya kembali mengabadikan kado perpisahan tersebut. Namun, bukan dalam bentuk sebuah tulisan, melainkan sebuah kreasi foto.
